Menjadi seorang perawat merupakan suatu
pilihan hidup bahkan merupakan suatu cita-cita bagi sebagian orang. Namun,
adapula orang yang menjadi perawat karena suatu keterpaksaan atau kebetulan,
bahkan menjadikan profesi perawat sebagai alternatif terakhir dalam menentukan
pilihan hidupnya. Terlepas dari semua itu, perawat merupakan suatu profesi yang
mulia. Seorang perawat mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien
tanpa membeda-bedakan mereka dari segi apapun. Perawat hadir 24 jam dalam sehari
berada disamping pasien. Dimana setiap tindakan dan intervensi yang tepat
dilakukan oleh seorang perawat, akan sangat berharga bagi nyawa orang lain.
Disisi lain jumlah tenaga keperawatan dirumah sakit mencapai 60% dimana dokter
dalam pelaksanaan tugasnya juga membutuhkan perawat sebagi patner kerjanya.
Dengan kata lain pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak bisa berjalan tanpa
perawat.
Seiring dengan pengetahuan masyarakat
yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu,
eksistensi perawat kian menjadi sorotan. Eksistensi dikenal juga dengan satu
kata yaitu keberadaan. dimana keberadaan yang di maksud adalah adanya pengaruh
atas ada atau tidak adanya kita. Masalah keperluan akan nilai eksistensi ini
sangat penting, karena merupakan pembuktian akan hasil kerja didalam suatu
lingkungan. Namun, sudahkah eksistensi perawat di Indonesia melakukan tugas
mulianya tersebut dengan baik? Bagaimanakah eksistensi perawat bisa dirasakan
oleh masyarakat?
Esensi dari tulisan ini adalah
menelusuri sejauh mana eksistensi perawat sebagai profesi dinilai dari segi
tanggung jawab profesi, tata hukum kenegaranan Indonesia melalui analisis
kebijakan dan sebagai bagian dari tenaga kesehatan bisa dirasakan oleh
masyarakat.
Analisis kebijakan pada dasarnya
berupaya menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan
kebijakan dalam berbagai konteks, dan secara kritis menilai dan
mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau
lebih tahap proses pembuatan kebijakan (penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilai kebijkan). Aplikasi
kebijakan tersebut secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan dimana
penerapan analisis kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan
kinerjanya. Dalam kaitannya dengan perawat sebagai profesi, sejarah eksistensi
keperawatan di Indonesia mengalami perubahan pemahaman. Perawat yang semula sebagai
vokasional atau tenaga terampil, kini berupaya meningkatkan perannya sebagai
mitra kerja dokter. Eksistensi perawat sebagai profesi dianggap perlu dilakukan
sehingga masyarakat merasakan keberadaan dan eksistensi dari profesi
keperawatan yang telah disepakati berdasarkan hasil lokakarya nasional pada
tahun 1983.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya
sebagai profesi memengang sumpah perawat dan tanggung jawab profesi dalam
melakukan asuhan keperawatan dengan penerapan etika dalam pemberian pelayanan; Otonomi,
mandiri dan bersedia menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap keputusan
dan tindakan; beneficience, tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan
untuk melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien; nonmaleficience,
intervensi yang dilakukan tidak menimbulkan bahaya/cidera fisik dan psikologik;
justice, tidak melakukan mendiskriminasikan klien, dan memperlakukannya
berdasarkan keunikan klien dan kebutuhan spiritual klien; fidelity
selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan memadai, komitmen moral dan
peduli; veracity mengatakan tentang kebenaran, tidak berbohong dan
menipu; confidenciality dapat dipercaya, dan selalu memegang teguh
sesuatu yang harus dirahasiakan, kecuali diperbolehkan oleh hukum
Diakuinya keperawatan
sebagai suatu profesi karena memiliki Body of Knowledge dan dalam
tatanan hukum kenegaraan diIndonesia-pun telah diakui secara undang-undang oleh
pemerintah melalui UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 63. Saat ini
telah melaksanakan jenjang pendidikan tinggi mulai dari pendidikan DIII
keperawatan, sampai program Doktoral (S3).
Perawat adalah bagian
dari tenaga kesehatan sebagaimana disebutkan pasal 1 butir 6 UU no.36/2009.
Sesuai dengan hakikat perawat sebagai profesi yang menitikberatkan tugas dan
pekerjaannya dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu sebagai
perawat profesional, dituntut melakukan registrasi dan sertifikasi atas
kemampuan keilmuan yang dimilikinya dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien (individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) yang diatur dalam PerMenKes
RI.No.148 tahun 2010 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat.
Secara tidak langsung
eksistensi perawat sebagai profesi adalah upaya untuk memberi jaminan pelayanan
kesehatan terbaik kepada semua pihak utamanya publik yang dilayani atau
masyarakat sebagaimana diamandemenkan UUD 1945 pasal 28 menyebutkan, bahwa
setiap warganegara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Dampak eksistensi
perawat selayaknya bisa dirasakan, tetapi hingga saat ini, pemberian asuhan
keperawatan masih belum berperan nyata dan dirasakan eksistensinya secara
langsung oleh masyarakat. Kemungkinan ini disebabkan karena kebanyakan
masyarakat telah didekatkan dengan citra perawat yang identik dengan sombong,
tidak ramah, tidak pintar seperti dokter dan sebagainya. Seperti itulah
kira-kira citra perawat di mata masyarakat yang banyak digambarkan di televisi
melalui sinetron-sinetron tidak mendidik. Untuk mengubah citra perawat seperti
yang banyak digambarkan masyarakat memang tidak mudah, tapi itu merupakan suatu
keharusan bagi semua perawat, terutama seorang perawat profesional. Penyebab
lain adalah pelayanan dan asuhan keperawatan belum menampakkan dirinya sebagai
pelayanan professional. Sehingga tidak mengherankan jika eksistensi keperawatan
belum sepenuhnya diterima sebagai profesi, walupun sangat jelas tertuang dalam
Undang-Undang kesehatan. Bila dikaji lebih lanjut berdasarkan hirarki
kebijakan, maka kebijakan publik yang mengatur tentang keperawatan, masih
berada pada tingkat peraturan mentri. Diasumsikan kondisi ini menjadi salah
satu penyebab diantara beberapa penyebab lainnya dan sekaligus menjadi
tantangan bagi profesi keperawatan.
Sebagaimana kelaziman
sebuah profesi maka pengaturan dan pengawalan terhadap eksistensi profesi
diberlakukan secara otonom oleh sebuah lembaga tinggi berupa Konsil atau Board
yang dipayungi oleh Undang-Undang. Untuk itu pengukuhan eksistensi perawat
sebagai profesi yang didasari Undang-Undang menjadi semakin penting karena
perawat Indonesia ingin dapat memperoleh kesempatan yang seluas luasnya untuk
dapat mengabdikan diri bagi masyarakat dengan memberikan kualitas pelayanan
yang terbaik..
Sehubungan dengan hal
tersebut, menjadi penting untuk disikapi, diawali dengan penataan pendidikan
keperawatan, sistem kredensialing, pendayagunaan, sistem penjaminan mutu dan
banyak hal lain yang erat kaitannya dengan eksistensi perawat sebagai profesi.
Upaya semua pihak bisa dilakukan diantaranya melalui pendekatan kelembagaan
melalui organisasi profesi keperawatan, asosiasi pendidikan maupun pelayanan
keperawatan dan juga bisa melalui pendekatan elite melalui pemerintah,
legislatif, dan pihak terkait lainnya amat sangat diperlukan. Sehingga
masyarakat memahami eksistensi bahkan makna profesi keperawatan.
Dengan berbekal pemikiran
inilah, maka perawat perlu merevitalisasi perannya sehingga mampu menjadikan
profesi perawat yang di hargai profesi lain dan pengakuan akan eksistensi
perawat sebagai profesi akan diperoleh dari masyarakat. Untuk itu perawat perlu
payung hukum yang memadai, yaitu Undang Undang Keperawatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar