Sabtu, 23 Maret 2013

Perawat Sebagai Profesi



Menjadi seorang perawat merupakan suatu pilihan hidup bahkan merupakan suatu cita-cita bagi sebagian orang. Namun, adapula orang yang menjadi perawat karena suatu keterpaksaan atau kebetulan, bahkan menjadikan profesi perawat sebagai alternatif terakhir dalam menentukan pilihan hidupnya. Terlepas dari semua itu, perawat merupakan suatu profesi yang mulia. Seorang perawat mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan mereka dari segi apapun. Perawat hadir 24 jam dalam sehari berada disamping pasien. Dimana setiap tindakan dan intervensi yang tepat dilakukan oleh seorang perawat, akan sangat berharga bagi nyawa orang lain. Disisi lain jumlah tenaga keperawatan dirumah sakit mencapai 60% dimana dokter dalam pelaksanaan tugasnya juga membutuhkan perawat sebagi patner kerjanya. Dengan kata lain pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak bisa berjalan tanpa perawat.
Seiring dengan pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, eksistensi perawat kian menjadi sorotan. Eksistensi dikenal juga dengan satu kata yaitu keberadaan. dimana keberadaan yang di maksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidak adanya kita. Masalah keperluan akan nilai eksistensi ini sangat penting, karena merupakan pembuktian akan hasil kerja didalam suatu lingkungan. Namun, sudahkah eksistensi perawat di Indonesia melakukan tugas mulianya tersebut dengan baik? Bagaimanakah eksistensi perawat bisa dirasakan oleh masyarakat?
Esensi dari tulisan ini adalah menelusuri sejauh mana eksistensi perawat sebagai profesi dinilai dari segi tanggung jawab profesi, tata hukum kenegaranan Indonesia melalui analisis kebijakan dan sebagai bagian dari tenaga kesehatan bisa dirasakan oleh masyarakat.
Analisis kebijakan pada dasarnya berupaya menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan dalam berbagai konteks, dan secara kritis menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan (penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilai kebijkan). Aplikasi kebijakan tersebut secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan dimana penerapan analisis kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya. Dalam kaitannya dengan perawat sebagai profesi, sejarah eksistensi keperawatan di Indonesia mengalami perubahan pemahaman. Perawat yang semula sebagai vokasional atau tenaga terampil, kini berupaya meningkatkan perannya sebagai mitra kerja dokter. Eksistensi perawat sebagai profesi dianggap perlu dilakukan sehingga masyarakat merasakan keberadaan dan eksistensi dari profesi keperawatan yang telah disepakati berdasarkan hasil lokakarya nasional pada tahun 1983.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya sebagai profesi memengang sumpah perawat dan tanggung jawab profesi dalam melakukan asuhan keperawatan dengan penerapan etika dalam pemberian pelayanan; Otonomi, mandiri dan bersedia menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan; beneficience, tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien; nonmaleficience, intervensi yang dilakukan tidak menimbulkan bahaya/cidera fisik dan psikologik; justice, tidak melakukan mendiskriminasikan klien, dan memperlakukannya berdasarkan keunikan klien dan kebutuhan spiritual klien; fidelity selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan memadai, komitmen moral dan peduli; veracity mengatakan tentang kebenaran, tidak berbohong dan menipu; confidenciality dapat dipercaya, dan selalu memegang teguh sesuatu yang harus dirahasiakan, kecuali diperbolehkan oleh hukum
Diakuinya keperawatan sebagai suatu profesi karena memiliki Body of Knowledge dan dalam tatanan hukum kenegaraan diIndonesia-pun telah diakui secara undang-undang oleh pemerintah melalui UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 63. Saat ini telah melaksanakan jenjang pendidikan tinggi mulai dari pendidikan DIII keperawatan, sampai program Doktoral (S3).
Perawat adalah bagian dari tenaga kesehatan sebagaimana disebutkan pasal 1 butir 6 UU no.36/2009. Sesuai dengan hakikat perawat sebagai profesi yang menitikberatkan tugas dan pekerjaannya dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu sebagai perawat profesional, dituntut melakukan registrasi dan sertifikasi atas kemampuan keilmuan yang dimilikinya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien (individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) yang diatur dalam PerMenKes RI.No.148 tahun 2010 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Secara tidak langsung eksistensi perawat sebagai profesi adalah upaya untuk memberi jaminan pelayanan kesehatan terbaik kepada semua pihak utamanya publik yang dilayani atau masyarakat sebagaimana diamandemenkan UUD 1945 pasal 28 menyebutkan, bahwa setiap warganegara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Dampak eksistensi perawat selayaknya bisa dirasakan, tetapi hingga saat ini, pemberian asuhan keperawatan masih belum berperan nyata dan dirasakan eksistensinya secara langsung oleh masyarakat. Kemungkinan ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat telah didekatkan dengan citra perawat yang identik dengan sombong, tidak ramah, tidak pintar seperti dokter dan sebagainya. Seperti itulah kira-kira citra perawat di mata masyarakat yang banyak digambarkan di televisi melalui sinetron-sinetron tidak mendidik. Untuk mengubah citra perawat seperti yang banyak digambarkan masyarakat memang tidak mudah, tapi itu merupakan suatu keharusan bagi semua perawat, terutama seorang perawat profesional. Penyebab lain adalah pelayanan dan asuhan keperawatan belum menampakkan dirinya sebagai pelayanan professional. Sehingga tidak mengherankan jika eksistensi keperawatan belum sepenuhnya diterima sebagai profesi, walupun sangat jelas tertuang dalam Undang-Undang kesehatan. Bila dikaji lebih lanjut berdasarkan hirarki kebijakan, maka kebijakan publik yang mengatur tentang keperawatan, masih berada pada tingkat peraturan mentri. Diasumsikan kondisi ini menjadi salah satu penyebab diantara beberapa penyebab lainnya dan sekaligus menjadi tantangan bagi profesi keperawatan.
Sebagaimana kelaziman sebuah profesi maka pengaturan dan pengawalan terhadap eksistensi profesi diberlakukan secara otonom oleh sebuah lembaga tinggi berupa Konsil atau Board yang dipayungi oleh Undang-Undang. Untuk itu pengukuhan eksistensi perawat sebagai profesi yang didasari Undang-Undang menjadi semakin penting karena perawat Indonesia ingin dapat memperoleh kesempatan yang seluas luasnya untuk dapat mengabdikan diri bagi masyarakat dengan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik..
Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi penting untuk disikapi, diawali dengan penataan pendidikan keperawatan, sistem kredensialing, pendayagunaan, sistem penjaminan mutu dan banyak hal lain yang erat kaitannya dengan eksistensi perawat sebagai profesi. Upaya semua pihak bisa dilakukan diantaranya melalui pendekatan kelembagaan melalui organisasi profesi keperawatan, asosiasi pendidikan maupun pelayanan keperawatan dan juga bisa melalui pendekatan elite melalui pemerintah, legislatif, dan pihak terkait lainnya amat sangat diperlukan. Sehingga masyarakat memahami eksistensi bahkan makna profesi keperawatan.
Dengan berbekal pemikiran inilah, maka perawat perlu merevitalisasi perannya sehingga mampu menjadikan profesi perawat yang di hargai profesi lain dan pengakuan akan eksistensi perawat sebagai profesi akan diperoleh dari masyarakat. Untuk itu perawat perlu payung hukum yang memadai, yaitu Undang Undang Keperawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar